TINGKATKAN KUALITAS PAKAN TERNAK DENGAN SILASE KOMPLIT
Selasa, 22 Januari 2008
Senin, 21 Januari 2008 oleh :
A. Sofyan & A. Febrisiantosa
Peneliti UPT. BPPTK - LIPI, Yogyakarta
Problematika umum usaha peternakan di negara-negara tropis seperti
Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak
langsung pada sistem metabolisme dan termoregulasi pada tubuh ternak. Lingkungan
yang relatif panas menyebabkan sebagian ternak akan ‘enggan makan’ sehingga
secara kuantitas asupan zat makanan (nutrient) yang masuk dalam tubuh juga kurang.
Padahal, asupan nutrient ini berperan penting untuk mencukupi kebutuhan pokok
(maintenance), perkembangan tubuh dan untuk kebutuhan bereproduksi. Implikasi dari kondisi
asupan gizi ternak yang kurang, tak jarang dijumpai ternak dengan
pertambahan berat hidup (average daily gain/ADG) yang masih sangat jauh dari hasil
yang diharapkan baik di tingkat peternakan rakyat maupun industri.Faktor Kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor utama penentu
keberhasilan usaha peternakan karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari pakan.
Oleh karena itu, perhatian terhadap asupan zat makanan ke ternak akan sangat
menentukan keberhasilan budidaya peternakan.Ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya pakan
ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan asupan
nutrient. Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah
pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya
kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek)
yang sulit dicerna (McDonald et al., 2000). Masalah lainnya adalah
ketersedian pakan yang tidak kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan
terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai terobosan
telah dilakukan. Untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang umum dilakukan
adalah dengan memebuat menjadi hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijauan (silase).Pengolahan bahan pakan dengan pengeringan sangat tergantung dengan
musim/panas matahari sedangkan pengolahan dengan amoniasi (penambahan urea)
acapkali terjadi kausus toksikasi karena tingginya amonia. Teknologi yang sekarang
berkembang adalah pembuatan pakan tidak hanya sekedar awet (silase) tapi juga
kadar nutrient sesuai dengan kebutuhan gizi ternak.
Kenapa dibuat Silase KomplitDikarenakan sebagian besar pakan sapi mengandung serat yang tinggi,
pengolahan bentuk silase memiliki beberapa keunggulan. Silase merupakan hijauan
yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam kondisi kadar air yang tinggi (40-80 persen).
Keunggulan pakan yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak
memerlukan proses pengeringan, meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat
pemanasan serta mengandung asam-asam organik yang berfungsi menjaga
keseimbangan populasi mikroorganisme pada rumen (perut) sapi. Konsep teknologi
silase yang dikembangkan selama ini masih bersifat silase tunggal (single silage) dan
proses pembuatannya dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen). Dalam praktek di
lapangan, konsep silase ini cukup terkendala karena selain meminta tempat simpan
(pemeraman) yang cukup vakum juga silase yang dihasilkan jika diberikan ke ternak
hanya memenuhi 30-40 persen kebutuhan nutrisi ternak.Berbeda dengan silase tunggal, silase komplit memiliki beberapa keunggulan.
1) Lebih mudah dalam pembuatannya karena tidak perlu memerlukan tempat
pemeraman yang an-aerob, cukup dengan semi aerob. 2) Kandungan gizi yang
dihasilkan juga lebih tinggi, dapat memenuhi 70-90 persen kebutuhan gizi ternak sapi.
3) Memiliki sifat organoleptis (bau harum, asam) sehingga lebih disukai ternak (palatable).
Teknik Pembuatan Silase KomplitPrinsip pembuatan pakan komplit dalam bentuk silase ini seperti proses
fermentasi pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari 3 kelompok
bahan yakni kelompok bahan pakan hijauan, kelompok bahan pakan konsentrat dan
kelompok bahan pakan aditif. Bahan pakan hijauan disini dapat berupa bahan pakan
dari hijauan makanan ternak (HMT) seperti rumput
gajah (Pennisetum purpureum), rumput kolonjono (Panicum muticum), Tanaman Jagung (Zea mays) dan rumput-rumput
lainnya. Selain dari HMT, limbah-limbah dari sisa panen seperti jermai padi, jerami
kedelai juga dapat digunakan. Bahan pakan ini sebagai sember serat utama.
Kelompok bahan pakan konsentrat dapat berupa dedak padi/bekatul, onggok
(ampas tapioka), ampas sagu, ampas tahu dan lain-lain.Bahan pakan konsentrat ini selain untuk memperbaiki kandungan nutrisi dari
pakan yang dihasilkan juga berfungsi sebagai substrat penopang proses fermentasi
(ensilase). Kelompok ketiga adalah bahan-bahan aditif. Bahan aditif disini dapat terdiri
dari campuran urea, mineral, tetes dan lain-lain.Rasio dari ketiga kelompok bahan tadi dapat mengacu pada formula 7:2:1 atau
6:3:1 berturut-turut untuk Hijauan: Konsentrat:Aditif yang didasarkan pada persentase
berat. Pencampuran dilakukan dengan urutan komponen bahan aditif dicampur dulu
dengan konsentrat selanjutnya dicampurkan ke hijauan. Jika kondisi hijauan atau
limbah petanian agak kering maka diperlukan tambahan air sehingga kadar air
campuran mencapai + 40 persen.
Persedian Musim KemarauSering dijumpai kasus ’kanibalisme’ sapi yakni sapi ’makan’ sapi. Hal ini terjadi
karena kondisi persediaan pakan terutama di daerah yang tidak punya banyak
tanaman HMT-nya. Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk
mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi
pakan ternak. Pada kondisi hijauan melimpah di musim penghujan, bahan pakan
hijauan baik berupa HMT maupun sisa tanaman pangan diperam dengan penambahan
bahan konsentrat akan dapat tahan sampai 4-8 bulan. Persediaan pakan ini bisa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak musim kemarau. Paling tidak dengan
menerapkan teknologi ini dapat memberikan solusi pemenuhan pakan di musim
kemarau sekaligus dapat mempertahankan kualitas asupan gizi untuk ternak.
Sumber : Majalah INOVASI Edisi 5 Desember 2007
Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak
langsung pada sistem metabolisme dan termoregulasi pada tubuh ternak. Lingkungan
yang relatif panas menyebabkan sebagian ternak akan ‘enggan makan’ sehingga
secara kuantitas asupan zat makanan (nutrient) yang masuk dalam tubuh juga kurang.
Padahal, asupan nutrient ini berperan penting untuk mencukupi kebutuhan pokok
(maintenance), perkembangan tubuh dan untuk kebutuhan bereproduksi. Implikasi dari kondisi
asupan gizi ternak yang kurang, tak jarang dijumpai ternak dengan
pertambahan berat hidup (average daily gain/ADG) yang masih sangat jauh dari hasil
yang diharapkan baik di tingkat peternakan rakyat maupun industri.Faktor Kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor utama penentu
keberhasilan usaha peternakan karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari pakan.
Oleh karena itu, perhatian terhadap asupan zat makanan ke ternak akan sangat
menentukan keberhasilan budidaya peternakan.Ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya pakan
ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan asupan
nutrient. Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah
pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya
kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek)
yang sulit dicerna (McDonald et al., 2000). Masalah lainnya adalah
ketersedian pakan yang tidak kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan
terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai terobosan
telah dilakukan. Untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang umum dilakukan
adalah dengan memebuat menjadi hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijauan (silase).Pengolahan bahan pakan dengan pengeringan sangat tergantung dengan
musim/panas matahari sedangkan pengolahan dengan amoniasi (penambahan urea)
acapkali terjadi kausus toksikasi karena tingginya amonia. Teknologi yang sekarang
berkembang adalah pembuatan pakan tidak hanya sekedar awet (silase) tapi juga
kadar nutrient sesuai dengan kebutuhan gizi ternak.
Kenapa dibuat Silase KomplitDikarenakan sebagian besar pakan sapi mengandung serat yang tinggi,
pengolahan bentuk silase memiliki beberapa keunggulan. Silase merupakan hijauan
yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam kondisi kadar air yang tinggi (40-80 persen).
Keunggulan pakan yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak
memerlukan proses pengeringan, meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat
pemanasan serta mengandung asam-asam organik yang berfungsi menjaga
keseimbangan populasi mikroorganisme pada rumen (perut) sapi. Konsep teknologi
silase yang dikembangkan selama ini masih bersifat silase tunggal (single silage) dan
proses pembuatannya dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen). Dalam praktek di
lapangan, konsep silase ini cukup terkendala karena selain meminta tempat simpan
(pemeraman) yang cukup vakum juga silase yang dihasilkan jika diberikan ke ternak
hanya memenuhi 30-40 persen kebutuhan nutrisi ternak.Berbeda dengan silase tunggal, silase komplit memiliki beberapa keunggulan.
1) Lebih mudah dalam pembuatannya karena tidak perlu memerlukan tempat
pemeraman yang an-aerob, cukup dengan semi aerob. 2) Kandungan gizi yang
dihasilkan juga lebih tinggi, dapat memenuhi 70-90 persen kebutuhan gizi ternak sapi.
3) Memiliki sifat organoleptis (bau harum, asam) sehingga lebih disukai ternak (palatable).
Teknik Pembuatan Silase KomplitPrinsip pembuatan pakan komplit dalam bentuk silase ini seperti proses
fermentasi pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari 3 kelompok
bahan yakni kelompok bahan pakan hijauan, kelompok bahan pakan konsentrat dan
kelompok bahan pakan aditif. Bahan pakan hijauan disini dapat berupa bahan pakan
dari hijauan makanan ternak (HMT) seperti rumput
gajah (Pennisetum purpureum), rumput kolonjono (Panicum muticum), Tanaman Jagung (Zea mays) dan rumput-rumput
lainnya. Selain dari HMT, limbah-limbah dari sisa panen seperti jermai padi, jerami
kedelai juga dapat digunakan. Bahan pakan ini sebagai sember serat utama.
Kelompok bahan pakan konsentrat dapat berupa dedak padi/bekatul, onggok
(ampas tapioka), ampas sagu, ampas tahu dan lain-lain.Bahan pakan konsentrat ini selain untuk memperbaiki kandungan nutrisi dari
pakan yang dihasilkan juga berfungsi sebagai substrat penopang proses fermentasi
(ensilase). Kelompok ketiga adalah bahan-bahan aditif. Bahan aditif disini dapat terdiri
dari campuran urea, mineral, tetes dan lain-lain.Rasio dari ketiga kelompok bahan tadi dapat mengacu pada formula 7:2:1 atau
6:3:1 berturut-turut untuk Hijauan: Konsentrat:Aditif yang didasarkan pada persentase
berat. Pencampuran dilakukan dengan urutan komponen bahan aditif dicampur dulu
dengan konsentrat selanjutnya dicampurkan ke hijauan. Jika kondisi hijauan atau
limbah petanian agak kering maka diperlukan tambahan air sehingga kadar air
campuran mencapai + 40 persen.
Persedian Musim KemarauSering dijumpai kasus ’kanibalisme’ sapi yakni sapi ’makan’ sapi. Hal ini terjadi
karena kondisi persediaan pakan terutama di daerah yang tidak punya banyak
tanaman HMT-nya. Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk
mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi
pakan ternak. Pada kondisi hijauan melimpah di musim penghujan, bahan pakan
hijauan baik berupa HMT maupun sisa tanaman pangan diperam dengan penambahan
bahan konsentrat akan dapat tahan sampai 4-8 bulan. Persediaan pakan ini bisa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak musim kemarau. Paling tidak dengan
menerapkan teknologi ini dapat memberikan solusi pemenuhan pakan di musim
kemarau sekaligus dapat mempertahankan kualitas asupan gizi untuk ternak.
Sumber : Majalah INOVASI Edisi 5 Desember 2007
0 komentar:
Posting Komentar